Istana Kadriah adalah simbol kejayaan Kesultanan Pontianak dan warisan budaya penting masyarakat Kalimantan Barat.

Pada abad ke-18, Kesultanan Pontianak dibangun sebagai pusat kekuasaan dan budaya di Kalimantan Barat, menjadi simbol kejayaan dan kedaulatan masyarakat setempat.

Melihat pentingnya pusat pemerintahan, Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie bersama masyarakat Pontianak membangun Istana Kadriah. Dengan dukungan rakyat dan tokoh-tokoh setempat, istana ini didirikan sebagai simbol kekuasaan dan pusat aktivitas Kesultanan Pontianak.

Istana ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal Sultan, tetapi juga digunakan untuk:

‎ ‎ a) Kegiatan Pemerintahan.

‎ ‎ b) Upacara Adat.

‎ ‎ c) Pusat Kebudayaan Kesultanan Pontianak.

Dengan adanya Istana Kadriah, Kesultanan Pontianak dapat memperkuat kedudukannya sebagai pusat pemerintahan dan simbol kedaulatan di wilayah Kalimantan Barat.

Pakaian adat Kalimantan Barat mencerminkan kekayaan budaya dari berbagai etnis yang tinggal di wilayah ini, terutama suku Dayak dan Melayu.

Pakaian adat suku Dayak biasanya terbuat dari bahan alami seperti kulit kayu dan dihiasi dengan manik-manik, bulu burung enggang, dan motif-motif khas yang melambangkan kekuatan dan hubungan dengan alam. Laki-laki mengenakan rompi tanpa lengan dan cawat, sementara perempuan memakai kain panjang dan atasan yang dihiasi corak etnik.

Sementara itu, pakaian adat suku Melayu cenderung tertutup dan anggun, dipengaruhi oleh nilai-nilai Islam. Laki-laki mengenakan baju teluk belanga dan kain songket, sedangkan perempuan memakai kebaya panjang dan tudung kepala atau selendang.

Pakaian adat ini biasanya dikenakan saat:

‎ ‎ a) Upacara Adat

‎ ‎ b) Pernikahan.

‎ ‎ c) Pertunjukan Budaya.

serta menjadi simbol identitas dan kebanggaan masyarakat Kalimantan Barat..

Alat musik tradisional Kalimantan Barat berasal dari kebudayaan suku Dayak dan Melayu yang kaya akan nilai seni dan spiritualitas.

Salah satu alat musik khas adalah gendang Dayak, yang dimainkan dalam tarian adat dan ritual penting. Irama yang dihasilkan menggambarkan semangat, keberanian, dan kekompakan masyarakat.

Alat musik lainnya adalah Sape’, alat petik tradisional Dayak yang menghasilkan suara lembut dan menenangkan. Sape’ sering dimainkan dalam acara budaya dan penyambutan tamu kehormatan.

Dari budaya Melayu, terdapat rebana, alat musik pukul yang digunakan dalam kegiatan keagamaan seperti pengajian dan perayaan Maulid Nabi.

Alat-alat musik ini digunakan dalam berbagai kegiatan, seperti:

‎ ‎ a) Upacara Adat.

‎ ‎ b) Pertunjukan Seni.

‎ ‎ c) Acara Keagamaan.

Keberagaman alat musik ini menunjukkan kekayaan tradisi Kalimantan Barat dan peran penting musik dalam kehidupan masyarakatnya.

Rumah adat Kalimantan Barat berasal dari budaya suku Dayak dan Melayu yang memiliki gaya arsitektur unik dan fungsional.

Rumah-rumah ini tidak hanya sebagai tempat tinggal, tetapi juga pusat kehidupan sosial dan budaya masyarakat.

Rumah adat suku Dayak dikenal dengan nama Rumah Panjang. Rumah ini berbentuk memanjang, ditopang oleh tiang-tiang tinggi, dan dihuni oleh beberapa keluarga sekaligus. Kehidupan bersama di dalam satu rumah menunjukkan semangat kebersamaan dan gotong royong.

Sementara itu, suku Melayu memiliki rumah panggung yang biasanya terbuat dari kayu dan dibangun agak tinggi dari tanah. Rumah ini memiliki beranda luas, atap limas, dan ornamen khas yang melambangkan kesopanan serta keterbukaan terhadap tamu.

Kedua jenis rumah adat ini menjadi bagian penting dari identitas budaya Kalimantan Barat dan masih dijaga keberadaannya hingga kini.

Sumpit adalah senjata tradisional Kalimantan Barat yang berasal dari budaya suku Dayak.

Senjata ini berbentuk tabung panjang dan digunakan untuk menembakkan anak sumpit melalui hembusan mulut.

Sumpit terbuat dari kayu keras atau bambu pilihan yang dirancang dengan presisi tinggi. Di ujungnya, anak sumpit kecil yang runcing dilumuri racun alami dari tumbuhan hutan untuk menambah daya mematikan.

Senjata ini digunakan oleh suku Dayak terutama untuk berburu hewan liar di hutan lebat. Namun dalam situasi tertentu, sumpit juga menjadi alat pertahanan diri yang efektif dan senyap.

Penggunaan sumpit memerlukan keterampilan khusus, mulai dari teknik meniup hingga mengenali jenis racun yang aman bagi pengguna. Ilmu ini diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.

Selain fungsinya yang praktis, sumpit juga memiliki nilai budaya. Dalam upacara adat atau pertunjukan tradisional, sumpit ditampilkan sebagai simbol keberanian, ketelitian, dan kearifan lokal.

Hingga kini, sumpit masih dilestarikan sebagai bagian dari identitas masyarakat Dayak dan menjadi salah satu warisan budaya yang memperkaya kebudayaan Kalimantan Barat.

Tari Enggang adalah kesenian tradisional Kalimantan Barat yang berasal dari budaya suku Dayak.

Tarian ini terinspirasi dari burung enggang, yang dianggap suci dan melambangkan kehormatan serta kebesaran jiwa.

Tari ini biasanya dibawakan oleh penari wanita dengan gerakan anggun menyerupai burung enggang yang terbang. Tangan mengepak perlahan, langkah kaki lembut, dan kepala digerakkan mengikuti irama musik tradisional.

Kostum penari dilengkapi dengan bulu-bulu burung enggang di tangan dan kepala, serta kain bercorak Dayak yang kaya warna dan makna. Properti ini memperkuat kesan sakral dan estetis dalam setiap gerakan.

Tari Enggang sering ditampilkan dalam upacara adat, penyambutan tamu kehormatan, serta acara kebudayaan. Tarian ini menjadi simbol penghormatan, kesucian, dan hubungan harmonis antara manusia dan alam.

Lebih dari sekadar pertunjukan seni, Tari Enggang juga mencerminkan filosofi hidup masyarakat Dayak yang menjunjung tinggi nilai kebersamaan, keindahan, dan keseimbangan dengan lingkungan.

Hingga kini, Tari Enggang terus dilestarikan dan diajarkan kepada generasi muda sebagai bagian penting dari warisan budaya Kalimantan Barat.