A. Jalan Pejaten - Jalan Jati Barat

Perjalanan kami dimulai dari Jl. Pejaten, sebuah kawasan yang menjadi lokasi sekolah kami berada. Tour guide kami, Fajril, menjelaskan bahwa secara historis, Pejaten merupakan salah satu kelurahan di wilayah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Pada masa kolonial, wilayah ini dikenal dengan nama Kalibata Lenteng Agung. Meski memiliki kemiripan nama dengan Kalibata dan Lenteng Agung, Pejaten sebenarnya berkembang sebagai wilayah yang terpisah dan memiliki sejarah serta perkembangan tersendiri yang unik dari waktu ke waktu.

Kami melanjutkan perjalanan melewati Pejaten Village, yang dulunya dikenal sebagai Pejaten Mall. Fajril menjelaskan kalau pusat perbelanjaan ini pertama kali dibangun pada tahun 1991, dan awalnya dikelola oleh Kentjana Widjaja bersama Pacific Star Properties.

Pada tahun 2008, kepemilikannya secara penuh diambil alih oleh Lippo Group melalui LMIR-Trust, dan mall ini pun masuk ke dalam portofolio PT Lippo Karawaci Tbk. Sejak saat itu, Pejaten Mall mengalami perubahan besar, termasuk pergantian nama menjadi Pejaten Village, serta perombakan total pada desain fasad gedungnya. Renovasi ini dimulai pada tahun 2007 dan selesai di tahun 2008. Kemudian, pada tanggal 30 Januari 2023, PT NWP Retail mengambil alih sepenuhnya pengelolaan gedung ini dan memulai renovasi besar lainnya. Nama gedung pun kembali berubah, kali ini menjadi The Park Pejaten.

Perhentian terakhir kami berada di Jl. Warung Jati Barat, yang juga dikenal sebagai Jl. Taman Margasatwa Raya. Jalan ini adalah salah satu jalur utama di wilayah Jakarta Selatan. Fajril menjelaskan bahwa jalan ini menghubungkan beberapa kawasan penting seperti Duren Tiga, Kalibata, Pejaten, Jati Padang, hingga Ragunan. Jl. Warung Jati Barat merupakan lanjutan dari Jl. Warung Buncit Raya, dimulai dari persimpangan Pejaten Village dan berakhir di area Kebun Binatang Ragunan. Jalan ini menjadi jalur vital dalam aktivitas masyarakat, serta menjadi penghubung antara pusat kota dan kawasan wisata di bagian selatan Jakarta.

B. Jalan TB. Simatupang

Perjalanan kami dilanjut dengan Robiatul Albaqis Saputri yang menggantikan Fajril Nugroho sebagai Tour Guide ke Jl. TB Simatupang, salah satu jalan utama yang menghubungkan Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Tour guide Iqis menjelaskan bahwa nama jalan ini diambil dari seorang pahlawan nasional Indonesia, yaitu Tahi Bonar Simatupang, seorang tokoh militer penting setelah wafatnya Jenderal Soedirman. Jalan ini sangat vital sebagai jalur penghubung antarkawasan, dan sangat penting bagi pertumbuhan infrastruktur dan bisnis di wilayah Jakarta Selatan.

Masih di sepanjang Jl. TB Simatupang, kami melewati Graha Simatupang, sebuah gedung perkantoran yang cukup ikonik di kawasan tersebut. Iqis menjelaskan bahwa gedung ini dibangun oleh PT Ferrindoland pada tahun 1997 dan memiliki 38 lantai. Gedung ini menjadi rumah bagi berbagai perusahaan nasional dan multinasional yang beroperasi di sektor teknologi, keuangan, dan lainnya.

Selanjutnya, kami melihat kantor pajak yang melayani beberapa wilayah administratif di Jakarta Selatan. Menurut penjelasan Iqis, kantor ini berperan penting dalam mendukung sistem perpajakan nasional dan pelayanan publik. Tidak jauh dari sana terdapat pula kantor Perhutani, yang mencerminkan peran Indonesia dalam pengelolaan hutan dan keberlanjutan lingkungan. Keberadaan kantor ini menunjukkan komitmen pemerintah terhadap pelestarian sumber daya alam dan hasil hutan.

Kemudian kami melintasi Jalan Tol Lenteng Agung, bagian dari Tol Depok–Antasari (Desari). Iqis menjelaskan bahwa pembangunan tol ini dimulai pada tahun 2014 dan dibuka secara bertahap sejak 2018, tujuan utamanya untuk mengurangi kemacetan dan memperlancar akses antara Jakarta dan Depok. Jalan tol ini menjadi salah satu proyek infrastruktur penting dalam mendukung mobilitas masyarakat perkotaan.

Di akhir rute ini, kami melewati kantor pusat PT ANTAM (Aneka Tambang), salah satu perusahaan tambang milik negara yang bergerak di sektor pertambangan emas, nikel, dan logam mulia lainnya. Iqis menjelaskan bahwa gedung ini merupakan simbol kekayaan alam Indonesia serta komitmen dalam pengelolaan sumber daya mineral secara profesional dan berkelanjutan.

C. Tol Kampung Rambutan (JORR)

Perjalanan kami dilanjutkan dengan Nadzlaila Salma sebagai Tour Guide menuju Jalan Tol Kampung Rambutan, yang merupakan bagian dari ruas JORR (Jakarta Outer Ring Road), khususnya di bagian selatan atau yang dikenal sebagai S Section. Tour guide kami, Nadzlaila Salma, menjelaskan bahwa jalan tol ini menghubungkan wilayah Pondok Pinang dan Kampung Rambutan, menjadi jalur strategis yang mempermudah akses antarwilayah di Jakarta dan sekitarnya.

Menurut penjelasan Nadzlaila, pembangunan jalan tol ini dimulai pada tahun 1993 dan selesai pada 1995, menjadikannya sebagai bagian pertama dari proyek JORR yang berhasil diselesaikan. Namun, krisis ekonomi pada tahun 1997–1998 sempat menghentikan kelanjutan proyek secara keseluruhan. Setelah sempat tertunda, proyek dilanjutkan kembali pada tahun 2004. Kemudian, JORR W2 Utara (West 2 North) akhirnya diresmikan pada tahun 2014, menyempurnakan jalur lingkar luar barat Jakarta. Hingga hari ini, JORR I membentang sepanjang 63 km, menjadi penghubung penting dalam sistem transportasi Jakarta dan wilayah penyangganya.

D. Gang Molen - TMII

Perjalanan berikutnya dipandu oleh Alya Bunga Lestari, yang menggantikan Nadzlaila Salma sebagai tour guide. Alya mengajak kami untuk memulai perjalanan dari Gang Molen, sebuah gang kecil yang terletak di Jakarta Timur dan cukup ramai di pagi hari.

Meski sempit dan padat, Gang Molen menjadi salah satu jalur yang sering dilewati warga sekitar untuk aktivitas harian mereka. Saat ini, kami sedang berada di Jalan TB Simatupang, salah satu jalan utama yang menghubungkan wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Alya menjelaskan lagi bahwa jalan ini memiliki nilai sejarah penting karena namanya diambil dari salah satu pahlawan revolusi Indonesia, yaitu Tahi Bonar Simatupang. Selain berfungsi sebagai jalur transportasi vital, jalan ini juga terhubung dengan ruas Jakarta Outer Ring Road (JORR) bagian selatan, yang mempercepat akses antarkawasan di ibu kota.

Di sepanjang jalan ini, Alya menunjukkan beberapa gedung penting yang kami lewati, seperti Kementerian Pertanian Republik Indonesia, RSUP Fatmawati, dan kantor pusat Perum Perhutani. Gedung-gedung ini mencerminkan peran penting pemerintah dalam sektor pertanian, kesehatan, dan kehutanan nasional.

Beberapa menit kemudian, kami tiba di sebuah persimpangan besar yang cukup padat lalu lintasnya. Alya menjelaskan bahwa jika kita belok ke arah kanan dari persimpangan ini, maka kita akan menuju ke Pasar Rebo, Cibubur, hingga ke Jalan Tol Jagorawi, yang merupakan jalan tol utama menuju Bogor dan Puncak, dua destinasi favorit untuk wisata dan rekreasi warga Jakarta.

Kami melintasi wilayah-wilayah yang dulunya merupakan pinggiran kota Jakarta, namun kini telah berkembang menjadi area yang ramai dan digemari sebagai tempat bersantai dan menikmati suasana kota yang lebih tenang. Tak lama kemudian, Alya memberi tahu kami bahwa kami sudah semakin dekat dengan tujuan. Kami pun melihat papan petunjuk menuju Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Beberapa saat setelahnya, kami tiba di area parkir TMII, tempat di mana kegiatan observasi dan kunjungan budaya kami akan dimulai.

foto bersama

Foto bersama di Tugu Api TMII

Setelah menempuh perjalanan, kami akhirnya tiba di Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Kami turun dari bus dengan tertib dan diarahkan menuju area berkumpul, Kami semua dikumpulkan di Tugu Api TMII, setelah itu kami berfoto bersama.